Pemikiran ini bermula ketika saya seringkali menemukan fenomena ini dalam profesi saya sebagai perencana keuangan. Problem keuangan yang sering muncul sebenarnya di awali oleh masalah kebiasaan yang kurang tepat yang berkembang karena program yang telah tertanam dalam pikiran bawah sadar seseorang.
Contohnya begini, sebut saja namanya adalah Bapak Badu, seorang karyawan berusia 33 tahun dengan 2 orang anak dan 1 istri (nah memangnya mau istri berapa ya?). Beliau memiliki penghasilan yang memadai sebagai seorang sales manager di sebuah perusahaan multinasional. Dia sudah berupaya 'keras' untuk membenahi kondisi keuangannya, namun sepertinya segala upayanya kurang berhasil. Kemudian dia menemui seorang Financial Consultant Independent untuk membantunya membenahi kondisi keuangannya.
Si Financial Consultant telah melakukan interview dan assesment tentang bagaimana agar kondisi keuangan kliennya bisa maksimal dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Saran dan rekomendasi keuangan diberikan dan bahkan sudah disetujui oleh klien bahwa ia sanggup melaksanakannya. Dengan bantuan si Financial Consultant yang terus memonitor aktivitas keuangannya untuk beberapa jangka waktu tertentu, Pak Badu berhasil memperbaiki kondisi keuangannya dan sedikit demi sedikit berproses untuk mengembangkan asetnya. Namun ketika pendampingan oleh Financial Consultant dihentikan, Pak Badu kembali kepada kebiasaan lamanya. Penghasilannya kembali dibelanjakan tanpa sisa, bahkan sebagian dari tabungan dan investasi terpakai untuk membeli barang-barang yang sesungguhnya kurang begitu ia butuhkan. Ia kembali pada kondisi awalnya sebelum bertemu si Financial Consultant. Ia telah mensabotase keuangannya sendiri. Mengapa?
Kita sebagai manusia adalah kumpulan dari serangkaian kebiasaan dan pola pikir yang tertanam dalam pikiran bawah sadar kita yang sudah terbentuk dari pola asuh kita ketika kecil, bacaan yang kita serap, pemikiran yang kita dengarkan dan diskusikan baik dengan orang tua kita, teman-teman, guru dan pihak lain yang menurut kita layak dipercaya. Kita menjadikan kebiasaan dan keyakinan kita itu adalah bagian dari diri kita. Saran yang telah diberikan oleh Financial Consultant bukan berarti tidak benar. Hal itu adalah benar adanya, hanya saja perubahan perilaku dalam keuangan pribadinya tidak diikuti dengan perubahan dalam diri Pak Badu, ia merasa itu bukan dirinya dan ia tidak merasa nyaman dengan perubahan perilaku keuangannya. Sehingga akhirnya ia tak tahan dan kembali kepada kebiasaan lamanya dalam hal keuangan.
Setelah berdiskusi dengan Pak Badu, ditemukan bahwa Pak Badu merasa dirinya memang sulit menghapuskan kebiasaan boros, menurutnya dari kecil memang ia selalu boros.. bahkan orangtuanya terutama ibunya selalu mengatakan ia tidak bisa mengendalikan uangnya, ia selalu membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting. Dan ia yakin dirinya memang boros.
Ternyata Pak Badu sudah men'cap' dirinya boros, dan ia yakini hal itu karena memang ia tidak bisa mengendalikan uang yang ia pegang. Ada sebuah pepatah, "Apa yang anda percayai, maka anda dapatkan", seolah-olah Pak Badu telah melakukan tindakan yang disebut sebagai self-fulfilling prophecy (ramalan yang mewujud). Hal ini tidak mengherankan, program bawah sadarnya diciptakan oleh ketidak-tahuan orangtuanya ketika dalam pola asuh keuangan mereka memberi label 'boros' kepadanya. Sebagai seorang anak yang melihat figur orangtua sebagai figur otoritas, label ini diyakini sepenuhnya oleh pikiran bawah sadarnya dan menjadikan status 'boros' itu sebagai bagian dari dirinya. Setelah menyadari kondisi ini, pola komunikasi dengan Pak Badu dirubah, alih-alih daripada membuat rencana untuk menyisihkan penghasilan bulanannya, si Financial Consultant memilih untuk membuat rencana bagaimana menghabiskan penghasilannya hingga tak tersisa.
Jika anda memiliki kebiasaan keuangan yang kurang membantu anda untuk bisa mencapai yang anda inginkan. Periksa, program bawah sadar apa yang anda miliki yang mengakibatkan anda belum mencapai hasil yang anda inginkan.
Comments
Post a Comment